Semakin hari semakin sayang aku pada Denny, pacarku. Mungkin karena usia hubungan kami ini masih dini, masih 3 bulan. Jadi masih lengket kayak perangko, hehehe. Aku sayang dia, dan begitupun dia. Itulah yang aku rasakan selama ini. Rasa sayangnya padaku tak seperti pacar-pacarku yang dulu. Mereka menyayangiku, tapi ada maunya. Ada yang hanya ingin manfaatin doing, ada juga yang otaknya cuma pikiran-pikiran negatif saja, dan bahkan ada pula yang hanya mempermainkan perasaanku saja, pelampiasan sesaat baginya.
Tapi kali ini berbeda. Denny menyayangiku dengan cara yang berbeda. Dia memperlakukanku dengan istimewa. Dia tak pernah memperlakukanku dengan buruk. Bagiku dia perfect. Walaupun orang-orang berpikiran berbeda, tapi begitulah menurutku. Teman-temanku sering bilang. “Karena kamu sayang sama dia Nes, makanya kamu ngerasa dialah yang paling baik dan dialah yang paling sempurna.” Mereka berpendapat aku kena syndrome CINTA, karena aku terlalu mencintai Denny sehingga aku berpikiran apapun yang menyangkut Denny itu benar dan bagus. Entahlah. Aku jalani saja semuanya. Dan berharap akulah tulang rusuk yang selama ini dicari Denny. Tapi teman-temanku selalu mengolok-olokku dan bilang, “ Jangan terlalu terbuai. Jangan terlalu percaya. Omongan cowok tuh rata-rata emank begitu.” Aku tak pernah bilang ucapan mereka itu salah. Dan aku juga nggak mau ucapan mereka itu jadi benar.
Hari yang ku tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Hari specialku. Hari istimewaku. Dan ku ingin dihari yang istimewa ini aku ditemani oleh orang yang aku sayang, yaitu Denny. “Apa ya kado buat aku?” tanyaku dalam hati. Membayangkan kado apa yang diberikan Denny padaku diusiaku yang genap 23 tahun ini. Ku telpon Denny, dan kuminta dia datang ke rumahku.
Tak lama kemudian Denny pun datang.
“Hari ini temanin aku sampai ntar malam ya sayang.” Pintaku pada Denny.
“Aduuhh, kalo sampai malam aku nggak bisa sayang, ntar sore aku ada janji sama bosku. Aku disuruh datang ke kantornya.” Jelas Denny yang membuatku sedikit kecewa.
“Yaahh, ko gitu sih. Nggak bisa ya temenin sehari ini aja. Please… !!” Rengekku. Tapi Denny tetap bilang tak bisa. Moodku pun mulai down. Sedari tadi aku membayangkan ingin berduaan sama Denny malah nggak bisa. Aku bisa apa? Itu masalah kerjaannya. Aku pun pasrah, walaupun di hati rasanya sebel banget.
Denny pun pamit meninggalkanku sendirian. Ku telpon teman-temanku. Tapi tak ada satu pun yang menjawab. Semakin kesal saja hati ini. Tak peduli Denny lagi ngapain, lagi dimana atau sama siapa, ku telpon dia. Belum sempat denny mengucap kata hallo, aku langsung menyambar, melampiaskan rasa kesalku. Saking kesalnya, tak terasa aku mulai mewek dan nangis. Denny tak tega mendengarku. Dia putuskan untuk pergi ke rumahku lagi.
Saat aku membukakan pintu rumah, yang kudapati bukan hanya Denny, tapi juga teman-teman yang tadinya tidak menjawab telponku, mereka ada bersama Denny. Mataku yang masih merah dan berkaca-kaca langsung tersentak melihat mereka.
“Ko pada ngumpul sih?” tanyaku yang masih belum sadar juga dengan kejutan dari mereka. “ Sekongkol ya sayang sama mereka.” Ucapku mulai sadar. Denny pun tersenyum simpul menyikapinya. “Aaa… sayang tega !!” ucapku sembari memukul-mukul dadanya Denny. Denny memelukku. Dalam pelukannya dia mengucap kata maaf. “Maaf ya sayang, aku sudah bikin sayang kesal tadi. Maunya sih tadi smapai malam ngerjain sayang, tapi apa boleh buat, kasian liat sayang nangis-nangis.” Jelas Denny.
“Iya sayang, gak papa. Makasih ya.” Ucapku. Denny menyodorkan sebuah kado kecil. Ku sambut dank u buka kado itu. Taraaa… sepasang cincin indah tertancap di dalam sebuah kotak kecil berwarna merah. “ Bagus banget.” Ucapku.
“Itu cincin buat pertunangan kita. Kamu mau kan tunangan sama aku.” Pinta Denny di hadapan teman-temanku. Sedikit membuatku kaget dan bercampur bahagia juga. Jelas saja aku mau banget, karena itulah impianku. “Pakai dulu cincinnya, nanti aku bilang sama orang tua kamu, minta izin.” Ucap Denny. Senyum mengembang dari bibirku. Tak terlukiskan betapa bahagianya aku di hari itu.
Dua minggu berlalu setelah ulang tahunku. Semakin hari Denny semakin sibuk saja dengan kerjaannya. Tapi aku harus ngerti, walaupun semakin hari aku jarang komunikasi sama Denny. Smsku, telponku, sering dicuekin olehnya.
Satu minggu lagi ulang tahun Denny. Bisakah aku membalas surprise darinya? Kalau keadaannya seperti ini. Dia semakin sibuk dan nggak ada waktu buat aku. Apalgi dia belum tepatin janjinya meminta izin pada orang tuaku untuk tunangan sama aku. Alasannya sibuklah, nggak ada waktulah, nggak sempatlah. Tapi walaupun begitu rasa sayangku pada Denny nggak pernah luntur.
Entah apa yang dilakukan Denny sekarang. Sudah tiga hari nggak ada kabar sama sekali darinya. Aku pun mulai cemas. Aku coba telpon ke teman-teman kerjanya, tapi mereka selalu bilang nggak tahu.
Hingga hari ulang tahunnya pun tiba. Aku coba telpon dia. Syukurlah dijawab, walaupun Cuma bisa ngomong bentar. Hanya sekedar ucapin selamat ulang tahun dan kasih doa untuk Denny yang sedang tugas ke luar kota. Sebuah kado special masih terbungkus rapi untuknya di sebuah meja kecil di kamarku. Karena Denny ke luar kota, aku memutuskan untuk memberikan hadiah itu sepulang dia dari tugasnya.
Tapi ternyata. Satu minggu berlalu. Dan dua minggu pun terlewati. Denny tak kunjung datang dari luar kota. Kali ini aku menemui salah satu teman baiknya, namanya Jo. Awalnya Jo bilang tidak tahu. Tapi setelah aku mengeluarkan jurus rengekanku yang disertai jurus bawelku, akhirnya Jo luluh juga. Namun yang kudengar darinya bukanlah sebuah berita bagus, malah kenyataan pahit yang kuterima.
“Nes, maaf ya sebelumnya. Gue nggak berniat bohong sama lo, tapi Denny yang selalu suruh gue untuk bohong dan jangan certain semua ini. “ Mulai Jo menjelaskan. “Denny sebenarnya selama ini sudah punya tunangan sebelum dia ketemu sama lo. Dia dijodohin Bokapnya sama cewek itu. Dan dua minggu yang lalu mereka sudah nikah. Maaf ya Nes.” Jelas Jo yang tampak bersalah memberitahukan kenyataan tentang Denny.
“Nggak… Nggak mungkin !! Denny sudah janji mau tunangan sama aku. Dia selama ini sayang sama aku.” Ucapku tak percaya. “Kalian sekongkol ya? Kalian mengerjai aku lagi kan?” lanjutku yang mulai histeris.
“Nes… sadar, Denny sudah jadi milik orang lain. dan lo mending lupain aja dia, dia sudah nggak pantas untuk lo sayangi lagi.”
Entah bagaimana rasanya untuk menggambarkan perasaanku. Rasanya terlalu cepat semua ini berakhir. Dia yang selama ini kau sayang dan aku percayai dia juga menyayangiku telah menjadi milik orang lain dan pergi meninggalkan aku. Tanpa pamit sedikitpun. Sakit bercampur kecewa. Ingin marah tapi sama siapa? Hanya air mata yang tak ada habisnya bercucuran mengaliri kedua pipiku. Benar kata teman-temanku, aku terlalu sayang sama Denny, hingga aku buta akan semuanya. Hingga ku tak menyadari sedikitpun bahwa cinta yang selama ini dia berikan adalah cinta palsu. Semua kenangan itu, kenangan palsu. Semua keindahan itu juga palsu. Semua yang kudapat darinya hanya palsu, hanya sebuah kebohongan belaka.
Dan bahkan cerita ini pun juga palsu, hanya sebuah karangan si penulis belaka ^_^
---END---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar